Kelaparan global masih menjadi tantangan kemanusiaan terbesar abad ini. Meski dunia memiliki teknologi pertanian maju dan rantai pasokan pangan yang semakin canggih, jutaan orang setiap tahun tetap tidur dalam kondisi perut kosong.
Data terbaru dari The State of Food Security and Nutrition in the World (FAO/UN) menunjukkan bahwa periode 2020–2024 diwarnai lonjakan signifikan jumlah penduduk yang kelaparan, terutama akibat pandemi COVID-19, konflik bersenjata, dan perubahan iklim.
DATA KELAPARAN GLOBAL 5 TAHUN TERAKHIR
Menurut laporan FAO, persentase populasi dunia yang mengalami kelaparan dalam lima tahun terakhir menunjukkan tren fluktuatif, dengan lonjakan tajam pada awal pandemi COVID-19. Pada 2020, angka kelaparan global mencapai 9,3% dan meningkat menjadi 9,8% pada 2021, sebelum perlahan menurun menjadi 8,7% pada 2022, 8,5% pada 2023, dan 8,2% pada 2024. Meskipun terjadi penurunan sejak 2022, tingkat kelaparan global masih berada di atas kondisi sebelum pandemi, menandakan bahwa dampak krisis kesehatan, ekonomi, dan pangan dunia belum sepenuhnya pulih.
LONJAKAN KELAPARAN DI MASA PANDEMI
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik kelam dalam statistik kelaparan global. Kebijakan lockdown di banyak negara memutus rantai pasokan pangan, menutup pasar, dan menghentikan distribusi. Jutaan pekerja kehilangan pekerjaan, pendapatan rumah tangga anjlok, dan harga pangan melonjak. Akibatnya, jutaan keluarga di Afrika, Asia, dan Amerika Latin tidak mampu membeli makanan bergizi, bahkan untuk kebutuhan paling dasar.
FAO mencatat bahwa pada 2020 saja, jumlah orang yang tidak mampu membeli makanan sehat naik hingga 112 juta dibandingkan 2019. Angka ini menegaskan betapa rapuhnya sistem pangan global ketika menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi bersamaan.
KONFLIK BERSENJATA FAKTOR PEMICU KELAPARAN
Selain pandemi, konflik bersenjata juga menjadi penyebab utama kelaparan global. Perang di Ukraina, misalnya, mengganggu pasokan gandum, jagung, minyak nabati, dan pupuk ke pasar internasional. Negara-negara yang bergantung pada impor pangan dari kawasan tersebut menghadapi kenaikan harga drastis, memperburuk kerawanan pangan.
Di Afrika Sub-Sahara dan Timur Tengah, konflik berkepanjangan seperti di Sudan, Yaman, dan Suriah menyebabkan jutaan orang terisolasi dari bantuan kemanusiaan. Lahan pertanian terbengkalai, pasar lokal hancur, dan penduduk terpaksa mengandalkan bantuan pangan darurat yang jumlahnya terbatas.
PERUBAHAN IKLIM DAN CUACA EKSTREM
Perubahan iklim juga punya peran besar dalam memperburuk kelaparan global. Banjir besar, kekeringan panjang, badai tropis, dan gelombang panas ekstrem semakin sering terjadi, merusak produksi pertanian di banyak negara. Misalnya, fenomena El Niño pada 2023 mengakibatkan kekeringan parah di Asia Tenggara dan Afrika, menurunkan produksi beras dan jagung secara signifikan.
Krisis iklim bukan hanya soal menurunnya hasil panen, tetapi juga soal rantai pasokan. Infrastruktur pertanian dan transportasi rusak akibat bencana alam, membuat distribusi pangan ke wilayah terdampak menjadi lebih sulit dan mahal.
KRISIS EKONOMI DAN INFLASI PANGAN
Krisis ekonomi global yang dipicu pandemi, disusul lonjakan harga energi dan pangan, menambah beban bagi rumah tangga miskin. Inflasi harga pangan membuat keluarga harus mengurangi kualitas dan kuantitas makanan. Di banyak negara berkembang, masyarakat terpaksa mengganti makanan bergizi dengan makanan murah yang miskin nutrisi, memicu masalah gizi buruk jangka panjang.
Menurut data FAO, meskipun persentase kelaparan global mulai menurun pada 2022–2024, banyak negara masih bergulat dengan dampak sisa pandemi dan inflasi tinggi. Harga beras, gandum, dan minyak nabati tetap berada di level yang sulit dijangkau oleh kelompok berpenghasilan rendah.
GANGGUAN RANTAI PASOKAN PANGAN
Pandemi, konflik, dan bencana iklim sama-sama mengganggu rantai pasokan pangan dunia. Penutupan pelabuhan, kelangkaan kontainer, pembatasan ekspor, hingga kerusakan infrastruktur akibat banjir atau gempa membuat distribusi pangan tidak lancar. Gangguan ini menyebabkan kelangkaan di pasar lokal dan menaikkan harga, sehingga memperbesar jumlah orang yang kelaparan.
HARAPAN DAN TANTANGAN KE DEPAN
Meskipun ada sedikit perbaikan sejak 2022, kelaparan global masih jauh dari target penghapusan kelaparan pada 2030 sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG 2). Mengatasi masalah ini memerlukan langkah terpadu:
Peningkatan ketahanan pangan lokal melalui diversifikasi pertanian dan investasi teknologi ramah iklim
- Penyelesaian konflik agar distribusi pangan dan bantuan kemanusiaan tidak terhambat
- Penguatan sistem logistik pangan global untuk mengantisipasi krisis mendadak
- Pengendalian inflasi pangan dengan kebijakan perdagangan dan subsidi yang tepat sasaran.
Dengan komitmen politik yang kuat, inovasi teknologi, dan kerja sama internasional, dunia masih punya peluang untuk menurunkan angka kelaparan secara signifikan. Namun, tanpa langkah cepat dan terkoordinasi, krisis ini akan terus menjadi ancaman nyata bagi ratusan juta orang.
- menarik dibaca: Hantaman wabah, kelaparan, dan kematian di bumi
0 Comments